Senin, 13 Juni 2016

kepribadian beriman dan bertaqwa


Fauziah Siregar  
33.13.1.117
UIN Sumatera Utara

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Di zaman yang modern saat ini banyak sekali individu yang mengalami dan memiliki permasalahan-permasalahan yang diakibatkan tingkah laku yang menyimpang. Maka dari itu diperlukan orang yang ahli dalam membantu individu menyelesaikan maupun membantu individu agar tidak bermasalah, pribadi tersebut adalah konselor.
Konselor adalah pelaksana utama yang mengkoordinasi semua kegiatan yang terkait dalam pelaksana bimbingan dan koseling di sekolah. Konselor dituntut untuk bertindak secara bijaksana, ramah, bisa menghargai, dan memeriksa keadaan orang lain, serta berkepribadian baik, karena konselor itu nantinya akan berhubungan dengan siswa khususnya dan juga pihak lain yang sekiranya bermasalah. Selain itu juga seorang konselor  harus memiliki kepribadian yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
            Maka dari itu, di makalah ini kami kelompok IV (empat) akan menyajikan materi mengenai pribadi yang beriman dan bertaqwa. Baik diri konselor itu sendiri maupun cara-cara yang dapt meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Tuhan Yang Maha Esa.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari beriman dan bertaqwa?
2.      Bagaimana menjaga kualitas iman?
3.      Bagaimana menjadi konselor yang beriman dan bertaqwa?
4.      Kegiatan apa yang dapat konselor berikan untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan klie/siswa di sekolah?





BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Beriman dan Bertaqwa
1.      Pengertian Beriman
Secara Etimologi, Iman bermakna pembenaran yang bersifat khusus.[1] sebagaimana firman Allah, “Dan tidaklah engkau akan beriman (membenarkan) kami walaupun kami adalah orang-orang yang jujur” (Yusuf/12 : 17). Makna yang bersifat khusus berarti pembenaran yang sempurna dengan hati , yang melazimkan lahirnya amalan-amalan hati dan anggota tubuh. Jadi iman merupakan:
a) Pengucapan dengan lisan,
b) Keyakinan dengan hati, dan
c) Pengalaman dengan anggota tubuh.  [2]
Dalam hadist di riwayatkan Ibnu Majah Atthabrani, iman didefinisikan dengan keyakinan dalam hati, diikrarkan dengan lisan, dan diwujudkan dengan amal perbuatan (Al-Iimaanu ‘aqdun bil qalbi waiqraarun billisaani wa’amalun bil arkaan). Dengan demikian, iman merupakan kesatuan atau keselarasan antara hati, ucapan, dan laku perbuatan, serta dapat juga dikatakan sebagai pandangan dan sikap hidup atau gaya hidup.
Di dalam Pancasila juga menjelaskan mengenai iman, yaitu iman secara umum yakni kepercayaan semua umat beragama. Di dalam sila pertama Pancasila berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Hal itu menunjukkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pengakuan itu dipertegas dalam Pembukaan dan Pasal 29 ayat (1) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai berikut:
a. Pembukaan UUD 1945 Alinea Ketiga berbunyi, “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur ...”;
b. Pembukaan UUD 1945 Alinea Keempat berbunyi, “Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa”; dan
c. Pasal 29 ayat (1) UUD 1945 berbunyi, “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Kutipan dari UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 itu menunjukkan nilai ketuhanan yang mendasari berdirinya negara Indonesia. Bagi bangsa Indonesia, nilai ketuhanan akan selalu mendasari kehidupan berbangsa dan bernegara menuju terciptanya masyarakat adil dan makmur.
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah memberikan landasan perilaku beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Pasal 29 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berbunyi “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.
Dari keterangan di atas, kita bisa kembali kepada pembahasan mengenai sikap toleransi dan demokrasi, mengingat di dalam dasar negara Republik Indonesia sendiri menyebutkan bahwa iman itu saling menghargai dan saling menghormati, kemudian juga memberikan kebebasan seseorang untuk berpendapat namun dalam sebuah batasan yang telah ditentukan.
2.      Pengertian Takwa
Menurut bahasa, takwa berasal dari bahasa Arab yang berarti memelihara diri dari siksaan Allah SWT, yaitu dengan mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya (Imtitsalu awamirillah wajtinabu nawahihi). Takwa (taqwa) berasal dari kata waqa-yaqi-wiqayah yang artinya memelihara, yakni menjaga diri agar selamat dunia dan akhirat. Kata Waqa juga bermakna melindungi sesuatu, yakni melindunginya dari berbagai hal yang membahayakan dan merugikan. Pengertian takwa menurut istilah yakni melaksanakan semua perintah Allah, menjauhi larangannya, dan menjaga diri agar terhindari dari api neraka atau murka Allah SWT.[3]
Jadi pengertian beriman dan bertakwa adalah mengakui dalam hati,mengucapkan dengan lisan dan mengamalkan dalam amal perbuatan. Percaya dalam hati bahwa hanya Allah lah yang patut di sembah, kemudian mengucapkan kalimah syahadat sebagai bukti keimanan,menjalankan apa yang diperintahkan Allah SWT, dan takut akan adzab dan siksa Allah SWT, serta menjauhi segala apa yang dilarang oleh Allah SWT.
3.      Manfaat Iman dan Taqwa
Pengaruh iman terhadap kehidupan manusia sangat besar. Berikut ini dikemukakan beberapa pokok manfaat dan pengaruh iman pada kehidupan manusia.
a. Iman melenyapkan kepercayaan pada kekuasaan benda
b. Iman menanamkan semangat berani menghadapi maut
c. Iman menanamkan sikap self help dalam kehidupan.
d. Iman memberikan ketentraman jiwa
e. Iman mewujudkan kehidupan yang baik (hayatan tayyibah)
f. Iman melahirkan sikap ikhlas dan konsekuen
g. Iman memberikan keberuntungan
h. Iman mencegah penyakit.
Beriman hendaknya diikuti dengan ketaqwaan, karena apabila kita hanya mempercayai tanpa berbuat maka hanya kesia-siaan saja yang akan menghampiri kita. Percaya kepada Allah, tanpa melakukan apa yang diperintahkannya dan menjauhi segala yang dilarangnya, maka diri kita akan tetap berdosa. Dengan terbentuknya diri menjadi pribadi yang berdosa, maka ketenangan jiwa tidak akan tercapai dann masalah pun akan bermunnculan.


4.      Cara Meningkatkan Kadar Iman

Berikut ini kami akan memberikan tips untuk meningkatkan kadar iman dan taqwa baik di dalam pribadi konselor maupun konseli, yaitu:
1. Pelajarilah berbagai ilmu agama Islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan Hadits
a.       Perbanyaklah membaca Al-Qur’an dan renungkan maknanya
      Ayat-ayat Al-Qur’an memiliki target yang luas dan spesifik sesuai kebutuhan masing-masing orang yang sedang mencari atau memuliakan Tuhannya. Sebagian ayat Al-Qur’an mampu menggetarkan kulit seseorang yang sedang mencari kemuliaan Allah, dilain pihak Al-Qur’an mampu membuat menangis seorang pendosa, atau membuat tenang seorang pencari ketenangan.
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.”(QS, Shaad 38:29).
”Dan Kami turunkan dari Al Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang lalim selain kerugian.” (QS, al-Israa’ 17:82).
b.      Pelajarilah ilmu mengenai Asma’ul Husna, Sifat-sifat Yang Maha Agung.
- Bila seseorang memahami sifat Allah yang Maha Mendengar, Maha Melihat dan Maha Mengetahui, maka ia akan menahan lidahnya, anggota tubuhnya dan gerakan hatinya dari apapun yang tidak disukai Allah.
- Bila seseorang memahami sifat Allah yang Maha Indah, Maha Agung dan Maha Perkasa, maka semakin besarlah keinginannya untuk bertemu Allah di hari akhirat sehingga iapun secara cermat memenuhi berbagai persyaratan yang diminta Allah untuk bisa bertemu dengan-Nya (yaitu dengan memperbanyak amal ibadah).
- Bila seseorang memahami sifat Allah yang Maha Santun, Maha Halus dan Maha Penyabar, maka iapun merasa malu ketika ia marah, dan hidupnya merasa tenang karena tahu bahwa ia dijaga oleh Tuhannya secara lembut dan sabar.
c.       Pelajari dengan cermat sejarah (Siroh) kehidupan Rasulullah SAW.
      Dengan memahami perilaku, keagungan dan perjuangan Rasulullah, akan menumbuhkan rasa cinta kita terhadapnya, kemudian berkembang menjadi keinginan untuk mencontoh semua perilaku beliau dan mematuhi pesan-pesan beliau selaku utusan Allah.
      Seorang sahabat r.a. mendatangi Rasulullah saw dan bertanya, “Wahai Rasul Allah, kapan tibanya hari akhirat?”. Rasulullah saw balik bertanya : “Apakah yang telah engkau persiapkan untuk menghadapi hari akhirat?”. Si sahabat menjawab , “Wahai Rasulullah, aku telah sholat, puasa dan bersedekah selama ini, tetap saja rasanya semua itu belum cukup. Namun didalam hati, aku sangat mencintai dirimu, ya Rasulullah”. Rasulullah saw menjawab, “Insya Allah, di akhirat kelak engkau akan bersama orang yang engkau cintai”. (HR Muslim) Inilah hadits yang sangat disukai para sahabat Rasulullah SAW. Jelaslah bahwa mencintai Rasulullah adalah salah satu jalan menuju surga, dan membaca riwayat hidupnya (siroh) adalah cara terpenting untuk lebih mudah memahami dan mencintai Rasulullah SAW.
d.      Mempelajari Jasa-jasa dan Kualitas Agama Islam.
      Perenungan terhadap syariat Islam, hukum-hukumnya, akhlak yang diajarkannya, perintah dan larangannya, akan menimbulkan kekaguman terhadap kesempurnaan ajaran agama Islam ini. Tidak ada agama lain yang memiliki aturan dan etiket yang sedemikian rincinya seperti Islam, dimana untuk makan dan ke WC pun ada adabnya, untuk aspek hukum dan ekonomi ada aturannya, bahkan untuk berhubungan suami -istripun ada aturannya.
e.       Mempelajari Kehidupan Orang-orang Sholeh (generasi Shalafus Sholihin, para sahabat Rasulullah SAW, murid-murid para sahabat, tabi’in dan tabi’it tabi’in)
      Mereka adalah generasi-generasi terbaik dari Islam. Mereka adalah orang-orang yang kadar keimanannya diibaratkan sebesar gunung Uhud sementara manusia zaman kini diibaratkan kadar keimananya tak lebih dari sebutir debu dari gunung Uhud. Umar r.a. pernah memuntahkan makanan yang sudah masuk ke perutnya ketika tahu bahwa makanan yang diberikan padanya kurang halal sumbernya. Sejarah lain menceritakan tentang lumrahnya seorang tabi’in meng-khatamkan Qur’an dalam satu kali sholatnya. Atau cerita tentang seorang sholeh yang lebih dari 40 tahun hidupnya berturut-turut tidak pernah sholat wajib sendiri kecuali berjamaah di mesjid. Atau seorang sholeh yang menangis karena lupa mengucap doa ketika masuk mesjid. Inilah cerita-cerita teladan yang mampu menggetarkan hati seorang yang sedang meningkatkan keimanannnya.
2.      Renungkanlah tanda-tanda kebesaran Allah yang ada di alam (ma’rifatullah)
       Singkirkan dulu kesombongan akal kita, renungkan secara tulus bagaimana alam ini diciptakan. Sungguh pasti ada kekuatan luar biasa yang mampu menciptakan alam yang sempurna ini, sebuah struktur dan sistem kehidupan yang rapi, mulai dari tata surya, galaksi hingga struktur pohon dan sel-sel atom.
       Renungkan pula rahasia dan mukjizat Qur’an. Salah satu keajaiban Al Qur’an adalah struktur matematis Al Qur’an. Walau wahyu Allah diturunkan bertahap namun ketika seluruh wahyu lengkap maka ditemukan bahwa kata tunggal “hari” disebut sebanyak 365 kali, sebanyak jumlah hari pada satu tahun syamsiyyah (masehi). Kata jamak hari disebut sebanyak 30 kali, sama dengan jumlah hari dalam satu bulan. Sedang kata Syahrun (bulan) dalam Al Quran disebut sebanyak 12 kali sama dengan jumlah bulan dalam satu tahun. Kata Saa’ah (jam) disebutkan sebanyak 24 kali sama dengan jumlah jam sehari semalam. Dan semua kata-kata itu tersebar di 114 surat dan 6666 ayat dan ratusan ribu kata yang tersusun indah. Dan masih banyak lagi keajaiban dan mukjizat Al Quran dari sisi pandang lainnya yang membuktikan bahwa itu bukan karya manusia. Masih banyak pula mukjizat lainnya di alam ini yang membuktikan bahwa alam ini memiliki struktur yang sangat sempurna dan tidak mungkin tercipta dengan sendirinya. Adalah lumrah, bahwa sesuatu yang tidak mungkin diciptakan manusia, pastilah diciptakan sesuatu yang Maha Kuasa, Maha Besar. Inilah yang menambah kecilnya diri kita dan menambah kekaguman dan cinta serta iman kita kepada Sang Pencipta alam semesta ini.
3.      Berusaha keras melakukan amal perbuatan yang baik secara ikhlas
        Amal perbuatan perlu digerakkan. Dimulai dari hati, kemudian terungkap melalui lidah kita dan kemudian anggota tubuh kita. Selain ikhlas, diperlukan usaha dan keseriusan untuk melakukan amalan-amalan ini.
a. Amalan Hati Dilakukan melalui pembersihan hati kita dari sifat-sifat buruk, selalu menjaga kesucian hati. Ciptakan sifat-sifat sabar dan tawakal, penuh takut dan harap akan Allah. Jauhi sifat tamak, kikir, prasangka buruk dan sebagainya.
b.      Amalan Lidah, Perbanyak membaca Al-Qur’an, zikir, bertasbih, tahlil, takbir, istighfar, mengirim salam dan sholawat kepada Rasulullah dan mengajak orang lain kepada kebaikan, melarang kemungkaran.
c.       Amalan Anggota Tubuh, Dilakukan melalui kepatuhan dalam sholat, pengorbanan untuk bersedekah, perjuangan untuk berhaji hingga disiplin untuk sholat berjamaah di mesjid (khususnya bagi pria).



5.      Sebab-Sebab Turunnya Kadar Iman
Sebab-sebab dari dalam diri kita sendiri (Internal) :
1.      Kebodohan
Kebodohan merupakan pangkal dari berbagai perbuatan buruk. Seseorang berbuat jahat boleh jadi karena ia tak tahu bahwa perbuatan itu dilarang agama, atau ia tidak tahu ancaman dan bahaya yang akan dihadapinya kelak di akhirat, atau ia tidak tahu keperkasaan Sang Maha Kuasa yang mengatur denyut jantungnya, mengatur musibah dan rezekinya.
2.      Ketidakpedulian, keengganan dan melupakan
Ketidakpedulian menyebabkan pikiran seseorang diisi dengan hal-hal duniawi yang hanya ia sukai (yang ia pedulikan), sedangkan yang bukan ia sukai tidak diberi tempat dipikirannya. Ini menyebabkan ia tidak ingat (dzikir) pada Allah, sifatnya tidak tulus, tidak punya rasa takut dan malu (kepada Allah), tidak merasa berdosa (tidak perlu tobat), dan bisa jadi ia menjadi sombong karena tidak merasakan pentingnya berbuat rendah hati dan sederhana.
Kengganan seseorang untuk melakukan suatu kebaikan padahal ia tahu hal itu telah diperintahkan Allah, maka ia termasuk orang yang men-zhalimi (melalaikan) dirinya sendiri. Allah akan mengunci hatinya dari jalan yang lurus (al-Kahfi 18:5), dan ia akan menjadi teman syeitan (Thaaha 20:124).
Melupakan kewajiban dan kepatuhan seseorang dalam beribadah berawal dari sifat lalai atau lemah hatinya. Waktu dan energinya harus didorong agar diisi lebih banyak dengan perbuatan amal sholeh, kalau tidak maka kesenangan duniawi akan semakin menguasai dirinya hingga ia semakin jauh dari ingat (dzikir) kepada Allah.
3.      Menyepelekan dan melakukan perbuatan dosa
Awal dari perbuatan dosa adalah sikap menyepelekan (tidak patuh terhadap) perintah dan larangan Allah. Perbuatan dosa umumnya dilakukan secara bertahap, misalnya dimulai dari zinah pandangan mata yang dianggap dosa kecil kemudian berkembang menjadi zinah tubuh. Dosa-dosa kecil yang disepelekan merupakan proses pendidikan jahat (pembiasaan) untuk menyepelekan dosa-dosa besar. Karena itu basmilah dosa-dosa kecil selagi belum tumbuh menjadi dosa besar.



4.      Jiwa yang selalu memerintahkan berbuat jahat
Ibnul Qayyim Al Jauziyyah mengatakan, Allah menggabungkan dua jiwa, yakni jiwa jahat dan jiwa yang tenang sekaligus dalam diri manusia, dan mereka saling bermusuhan dalam diri seorang manusia. Disaat salah satu melemah, maka yang lain menguat. Perang antar keduanya berlangsung terus hingga si empunya jiwa meninggal dunia. Adalah sungguh merugi orang-orang yang jiwa jahatnya menguasai tubuhnya. Seperti sabda Rasulullah, “..barang siapa yang diberi petunjuk Allah maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barang siapa yang disesatkannya maka tidak ada seorangpun yang dapat memberinya petunjuk”. Sifat lalai, tidak mau belajar agama, sombong dan tidak peduli merupakan beberapa cara untuk membiarkan jiwa jahat dalam tubuh kita berkuasa. Sedangkan sifat rendah hati, mau belajar, mau melakukan instropeksi (muhasabah) merupakan cara untuk memperkuat jiwa kebaikan (jiwa tenang) yang ada dalam tubuh kita.
Sebab-sebab dari luar diri kita (External) :
1.      Syaitan
Syaitan adalah musuh manusia. Tujuan syaitan adalah untuk merusak keimanan orang. Siapa saja yang tidak membentengi dirinya dengan selalu mengingat Allah maka ia menjadi sarang syaitan, menjerumuskannya dalam kesesatan, ketidak patuhan terhadap Allah, membujuknya melakukan dosa.
2.      Bujukan dan rayuan dunia
Allah SWT berfirman : “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu”. (QS, al Hadiid 57:20).
Tujuan hidup manusia seluruhnya untuk akhirat. Apapun kegiatan dunia yang kita lakukan, seperti mencari nafkah, menonton TV, bertemu teman dan keluarga, seharusnya semua itu ditujukan untuk meraih pahala akhirat. Tidak secuilpun dari kegiatan duniawi boleh dilepaskan dari aturan main yang diperintahkan atau dilarang Allah. Ibnul Qayyim mengibaratkan hati sebagai suatu wadah bagi tujuan hidup manusia (akhirat dan duniawi) dengan kapasitas (daya tampung) tertentu. Ketika tujuan duniawi tumbuh maka ia akan mengurangi porsi tujuan akhirat. Ketika porsi tujuan akhirat bertambah maka porsi tujuan duniawi berkurang. Dalam situasi dimana tujuan dunia menguasai hati kita maka hanya tersisa sedikit porsi akhirat di hati kita, dan inilah awal dari menurunnya keimanan kita.
3.      Pergaulan yang buruk
Rasulullah bersabda : “Seseorang itu terletak pada agama teman dekatnya, sehingga masing-masing kamu sebaiknya melihat kepada siapa dia mengambil teman dekatnya” (HR Tirmidzi, Abu Dawud, al-Hakim, al-Baghawi).
Seorang teman yang sholeh selalu memperhatikan perintah dan larangan Allah, karenanya ia selalu mengajak siapa saja orang disekitarnya untuk menuju kepada kebaikan dan mengingatkan mereka bila mendekati kemungkaran. Teman dan sahabat yang sholeh sangat penting kita miliki di zaman kini dimana pergaulan manusia sudah sangat bebas dan tidak lagi memperhatikan nilai-nilai agama Islam. Berada diantara teman-teman yang sholeh akan membuat seorang wanita tidak merasa asing bila mengenakan jilbab. Demikian pula seorang pria bisa merasa bersalah bila ia membicarakan aurat wanita diantara orang-orang sholeh. Sebaliknya berada diantara orang-orang yang tidak sholeh atau berperilaku buruk menjadikan kita dipandang aneh bila berjilbab atau bahkan ketika hendak melakukan sholat.
Menaikkan kadar iman bukanlah suatu pekerjaan mudah, karena begitu banyak usaha (menuntut ilmu, amalan-amalan) yang harus kita lakukan disamping godaan (syaitan, duniawi) yang akan kita hadapi. Paling tidak kita termasuk orang-orang yang lebih beruntung dibanding orang lain yang belum sempat mengetahui “sebab-sebab naik-turunnya iman” dalam tulisan ini. Mari kita ingatkan teman-teman kita dengan menyebarkan tulisan ini.

B.     Kepribadian Beriman dan Bertakwa Bagi Konselor
Kepribadian beriman dan bertakwa merupakan salah satu dari bentuk-bentuk kompetensi kepribadian seorang konselor. Kompetensi kepribadian beriman dan bertaqwa kepada Tuhan  Yang Maha Esa, yang harus dimiliki konselor tersebut yakni meliputi:
1.       Menampilkan kepribadian yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
Pribadi yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT merupakan pribadi yang memiliki kematangan beragama. Ciri ini hendaknya tampil dalam perilaku keseharian seorang konselor, dalam memperlakukan klien dan dalam pengambilan keputusan ketika merancang pendekatan yang akan dipergunakan. Mulyasa menyatakan bahwa ciri konselor yang memiliki kematangan dan kedewasaan pribadi adalah sebagai berikut:
a) memiliki pedoman hidup,
b) mampu melihat segala sesuatu secara obyektif,
c) mampu bertanggung jawab”.[4]
Untuk mencapai kedewasaan dan kematangan beragama konselor memiliki landasan segabai acuan yaitu memiliki pedoman hidup. Pedoman hidup konselor adalah Al-Quran dan sunah Rasulullah SAW. Sebagaimana Allah berfirman dalam QS. Al Baqarah (2:2)
Artinya:”Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertaqwa
Jadi kepribadian konselor beriman dan bertakwa tersebut adalah kepribadian yang merujuk atau berpedoman kepada al-quran. Pribadi yang tidak meragukan al-quran sebagai petunjuk agar menjadi insan yang bertaqwa. Taqwa merupakan modal keyakinan inspirasi sumber cahaya dan karunia yang melimpah. Allah berfirman dalam QS. Al Anfal (28:29)
Artinya:”Hai orang-orang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah, Kami akan memberikan kepadamu Furqaan (Pertolongan) dan kami akan jauhkan dirimu dari kesalahan-kesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar”.
Diantara keutamaan atau karunia Allah kepada orang yang bertakwa adalah kehidupannya akan diterangi dan orang akan mengikuti jejaknya serta meminta bimbingannya. Konselor yang mencerminkan pribadi beriman dan bertakwa maka siswa akan meminta bimbingan dan mau mengikuti bimbingannya
Salah satu ciri konselor memiliki keyakinan dan keimanan pada Allah SWT yaitu senantiasa menghadirkan Allah dalam segala aktivitas kehidupannya, senang mengerjakan amal saleh dan saling menasehati dalam kebenaran dengan kesabaran.
2.       Konsisten dalam menjalankan kehidupan beragama dan toleran terhadap pemeluk agama lain.
        Konselor mesti konsisten dan disiplin menjalankan agama. Agama Islam mengandung empat unsur yaitu aqidah, ibadah, muamalah, dan akhlak. Jadi kepribadian beriman dan bertakwa itu akan lahir ketika guru memiliki aqidah yang bersih, ibadah yang benar, bermanfaat bagi orang, dan berakhlak yang baik.
            Ibadah yang benar dan disiplin yang dilakukan oleh konselor akan terlihat dari prilaku atau akhlaknya sehari-hari terkhusus di lingkungan sekolah, karena M. Annis Matta menyatakan bahwa akhlak adalah ”Nilai pemikiran yang telah menjadi sikap mental yang mengakar dalam jiwa, lalu tampak dalam bentuk tindakan atau perilaku yang bersifat tetap, natural, dan reflek (akhlak = iman tambah amal shaleh”.[5]
        Jadi ibadah yang disiplin dan kontiniu dilakukan akan menjadi kebiasaan, kebiasaan baik yang dilakukan setiap hari maka akan terlihat akhlak atau kepribadian yang baik pula, contoh kebiasaan ibadah displin yang dilakukan oleh konselor adalah shalat diawal waktu, misalnya shalat zuhur di sekolah sebagaimana hadist Rasulullah yang artinya ”Shalat diawal waktu itu lebih afdal (HR.Buhari). Konselor yang disiplin beribadah akan membawa dampak kedisplinan terhadap aktifitas yang lainnya di sekolah.      
3.    Berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur.
Akhlak merupakan bentuk kepribadian. Konselor di sekolah mesti berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur. Akhlak secara etimologi adalah ”khuluk yang berarti budi pekerti, adat kebiasaan, perangai dan tabiat individu”.[6] Akhlak sama dengan sikap, prilaku atau kebiasaan individu. Ahklak dapat juga diartikan sebagai kepribadian, karena menurut  ibnu Miskawaih menyatakan ”akhlak merupakan sifat yang tertanam  dalam jiwa yang mendorong untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikran dan pertimbangan.”[7] akhlak sama dengan keribadian sama memiliki unsur psikis dan fisik.
Akhlak mulia dan budi pekerti yang baik akan mencerminkan kompetensi kepribadian konselor yang beriman dan bertaqwa karena keistemewaan akhlak dalam islam adalah akhlak mulia dan budi pekerti merupakan akhlak al quran, perbuatan atau akhlak yang dilakukan konselor senantiasa berada dalam suatu kerangka hukum tetentu seperti berpedoman kepada al quran. Akhlak mulia dan budi pekerti yang baik konselor juga dapat menghargai penganut agama lain serta sebagai contoh yang baik bagi siswa.
Karakteristik ini memberikan gambaran bahwa konselor dituntut untuk selalu bertindak dan berperilaku sesuai nilai, norma, dan moral yang berlaku. Ciri ini hendaknya tercermin pada diri konselor dalam perilaku kesehariannya maupun dalam segala tindakan konseling.[8].
Jadi suksesnya konselor melaksanakan kegiatan sangat dipengaruhi juga oleh pribadi yang beriman bertaqwa kepada Allah SWT yaitu konsisten menjalankan ajaran agama, toleransi dan berakhlak mulia dan berbudi pekerti.

4.      Ciri-ciri Beriman dan Bertaqwa
a.                   Ciri-ciri Beriman
1.              Jika di sebut nama Allah, maka hatinya bergetar dan berusaha agar ilmu Allah tidak lepas dari syaraf memorinya, serta jika di bacakan ayat suci Al-Qur’an, maka bergejolak hatinya untuk segera melaksanakannya
2.              Senantiasa tawakal
3.              Tertib dalam melaksanakan shalat dan selalu menjaga pelaksanaannya
4.              Menghindari perkataan yang tidak bermanfaat
5.              Menafkahkan rezki yang diterimanya
6.              Menjaga kehormatannya
7.              Memelihara amanah dan menepati janji
8.              Berjihad di jalan Allah dan suka menolong
b.      Ciri-ciri Bertaqwa
1.                   Beriman kepada ALLAH dan yang ghaib
2.                   Sholat, zakat, puasa
3.                   Infak disaat lapang dan sempit
4.                   Menahan amarah dan memaafkan orang lain
5.                   Takut pada ALLAH
6.                   Menepati janji
7.                   Berlaku lurus pada musuh ketika mereka pun melakukan hal yang sama
8.                   Bersabar dan menjadi pendukung kebenaran
9.                   Tidak meminta ijin untuk tidak ikut berjihad
10.               Berdakwah agar terbebas dari dosa ahli maksiat [9]
Dari ciri-ciri beriman dan bertaqwa diatas, adalah hal yang harus dimiiki oleh seorang konselor sebagai salah satu kompetensi kepribadiannya.

5.      Kegiatan-kegiatan Ekstrakurikuler Untuk peningkatan Iman dan Taqwa Bagi klien/siswa di Sekolah
Bukan hanya konselor yang harus memiliki sikap beriman dan bertaqwa tetapi juga klien ataupun siswa di sekolah. Kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan pendidikan diluar mata pelajaran dan pelayanan konseling untuk membantu pembentukankarakter siswa sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berwenang di sekolah.
 Berikut ini beberapa kegiatan ekstrakurikuler yang bisa dilakukan konselor untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan siswa di sekolah, yaitu:
1. Program/kegiatan Rohani Islam (Rohis);
2. Program/kegiatan Pekan Ketrampilan dan Seni (Pentas);
3. Program/kegiatan Pesantren Kilat (Sanlat);
4. Program/kegiatan Tuntas Baca Tulis al_Qur’an (TBTQ);
5. Program/kegiatan Pembiasaan Akhlak Mulia;
6. Program/kegiatan Peringatan Hari Besar Islam (PHBI);
7. Program/kegiatan Ibadah Ramadhan (Irama);
8. Program/kegiatan Wisata Rohani (Wisroh)







BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Beriman dan bertakwa adalah mengakui dalam hati,mengucapkan dengan lisan dan mengamalkan dalam amal perbuatan. Percaya dalam hati bahwa hanya Allah lah yang patut di sembah, kemudian mengucapkan kalimah syahadat sebagai bukti keimanan,menjalankan apa yang diperintahkan Allah SWT, dan takut akan adzab dan siksa Allah SWT, serta menjauhi segala apa yang dilarang oleh Allah SWT.
Kepribadian beriman dan bertakwa merupakan salah satu dari bentuk-bentuk kompetensi kepribadian seorang konselor. Kompetensi kepribadian beriman dan bertaqwa kepada Tuhan  Yang Maha Esa, yang harus dimiliki konselor tersebut yakni meliputi:
a.       Menampilkan kepribadian yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
kepribadian konselor beriman dan bertakwa tersebut adalah kepribadian yang merujuk atau berpedoman kepada al-quran. Pribadi yang tidak meragukan al-quran sebagai petunjuk agar menjadi insan yang bertaqwa. Taqwa merupakan modal keyakinan inspirasi sumber cahaya dan karunia yang melimpah.
b.      Konsisten dalam menjalankan kehidupan beragama dan toleran terhadap pemeluk agama lain.
                  Konselor mesti konsisten dan disiplin menjalankan agama. Agama Islam mengandung empat unsur yaitu aqidah, ibadah, muamalah, dan akhlak. Jadi kepribadian beriman dan bertakwa itu akan lahir ketika guru memiliki aqidah yang bersih, ibadah yang benar, bermanfaat bagi orang, dan berakhlak yang baik.
c.       Berakhlak mulia dan berbudi pekerti luhur.
kompetensi kepribadian konselor yang beriman dan bertaqwa karena keistemewaan akhlak dalam islam adalah akhlak mulia dan budi pekerti merupakan akhlak al quran, perbuatan atau akhlak yang dilakukan konselor senantiasa berada dalam suatu kerangka hukum tetentu seperti berpedoman kepada al quran. Akhlak mulia dan budi pekerti yang baik konselor juga dapat menghargai penganut agama lain serta sebagai contoh yang baik bagi siswa.
Saran
                        Demikianlah makalah yang dapat kami selaku kelompok IV (empat) sajikan. Apabila ada kekurangan dan kesalahan baik dalam penulisan kata maupun nama kami mohon maaf. Dan kami sarankan kepada penikmat makalah ini agar juga membaca buku ataupun referensi yang telah kami cantumkan agar mendapat pengetahuan yang lebih luas lagi. Dan kami mohon kritik dan saran untuk perbaikan kami dalam pembuatan makalah kedepannya.
                        Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu pemakalah dalam menyelsaikan makalah ini.
















DAFTAR PUSTAKA
Ismatu ropi, dkk. 2012. Pendidikan Agama Islam di SMP & SMA Untuk Guru. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.
M. Anis Matta, 2003. Membentuk Karakter Cara Islam, Jakarta: Al-I’tishom Cahaya Umat,
Drs. H Abudin Nata M.A, Akhlak Tasawuf. Jakarta : PT. Raja Grasindo Persada, 1997.
ibn Miskawaih, Tahzib Al-Akhlak wa Tathhir al a’raq, Mesir : al Mathaba al Mishiiyah, 1943 cet, 1
Direktorat Pendidikan Agama Islam. 2010. Buku Rujukan Guru PAI. Jakarta : Kementrian Agama RI.
diakses tgl 02-10-2015
diakses tgl 06/10/2015 pukul : 21.06
http://www.slideserve.com/trudy/pengembangan-pribadi-konselor diakses tgl 05-10-2015.


[1] Direktorat Pendidikan Agama Islam. 2010. Buku Rujukan Guru PAI. (Jakarta : Kementrian Agama RI), hlm 52
[2] Ismatu ropi, dkk. 2012. Pendidikan Agama Islam di SMP & SMA Untuk Guru. (Jakarta : Kencana Prenada Media Group), hlm 61-62
[5] M. Anis Matta, 2003. Membentuk Karakter Cara Islam, (Jakarta:Al-I’tishom Cahaya Umat,), hal. 1

[6] Drs. H Abudin Nata M.A, Akhlak Tasawuf, (PT. Raja Grasindo Persada, 1997), hal.1  

[7] ibn Miskawaih, Tahzib Al-Akhlak wa Tathhir al a’raq, (Mesir:al Mathaba al Mishiiyah, 1943), cet, 1, hal. 40
[9] http://www.slideserve.com/trudy/pengembangan-pribadi-konselor diakses tgl 05-10-2015.